10 Jan
“Pakek SSB mantong”, sepenggal kalimat yang sedang menjadi buah bibir di sekitaran desa Suak Bilie, Suka Makmue, Nagan Raya, Aceh. Kata dalam bahasa Aceh yang berarti “pakai SSB saja” sering terdengar di warung-warung kopi desa dimana tempat warga melakukan interaksi sosial.
SSB merupakan singkatan beberapa orang di sekitar desa Suak Bilie untuk menyebut perlengkapan sound system Suak Bilie. Sangat sedikit desa di Suka Makmue, bahkan di Nagan Raya yang memiliki peralatan sound system, salah satunya adalah Suak
Bilie.
Usaha penyewaan perangkat suara milik desa yang dikenal dengan SSB Sound Suak Bilie, merupakan salah satu program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (PPM) yang bersumber dari dana CSR PT. Bara Energi Lestari (BEL) 2015.
Tim BEL berperan aktif dalam menginisiasi masyarakat agar terbentuknya program usaha kecil menengah milik desa. Program ini dianggap dapat terus berjalan dan berkelanjutan. Ide ini dicetus oleh pemuda dan beberapa warga desa Suak Bilie yang melihat adanya peluang pasar dari usaha ini. Warga menganggap, banyaknya perayaan adat di Nagan Raya, hampir menjadi kewajiban menyemarakkannya, seperti peresmian perkawinan, sunnatan Rasul dan acara kegiatan peringatan hari besar keagamaan seperti Maulid, Isra’ Mi’raj bahkan untuk pelaksanaan ibadah Sholat ‘Ied.
Selama ini, kebutuhan akan perangkat pengeras suara harus didatangkan dari ibukota kabupaten Nagan Raya atau bahkan dari luar Nagan Raya dikarenakan masih sangat terbatas usaha penyewaan pengeras suara di sekitar mereka.
Modal dari usaha penyewaan Sound System ini sebesar Rp.28 juta. Rp.18 juta bersumber jadi PPM BEL dan sisanya, Rp.10 juta dari dana desa Suak Bilie. Untuk saat ini, SSB merupakan usaha dengan peralatan sound system terbaik di daerah mereka. Peralatannya lebih mutakhir diantara penyewaan yang sudah duluan beredar di lingkungan kecamatan tersebut.
Kepala Teknik Tambang BEL Rahmad Zahri mengungkapkan, usaha rental ini bertujuan membantu keuangan desa. Keperluan kecil desa dapat menggunakan keuntungan dari usaha ini serta tersedianya lapangan kerja untuk beberapa pemuda desa. Penghasilan usaha masuk ke dalam kas desa.
Pemuda yang bekerja untuk operasional usaha akan mendapatkan upah yang sesuai dengan penghasilan usaha rental per tiap kegiatan.
“Manajemen pengelolaan usaha yang terdiri dari 8 unit speaker dengan tabung berukuran 60 cm x 120 dan dua unit perangkat sound system, murni dikelola oleh pemuda desa Suak Bilie dan dikenal dengan manjemen “saboh jaroe“. Saboh jaroe memiliki arti satu tangan dalam Bahasa Indonesia, maksudnya hanya orang yang berkompeten yang telah ditunjuk sebagai teknisi yang boleh menginstalasi perangkat tersebut, jelas Zahri yang berharap usaha desa ini dapat lebih berkembang.
Fadhli, pemuda terpilih yang mejadi penanggung jawab sekaligus teknisi untuk beroperasinya perangkat baik untuk penggunaan di desa ataupun bila SSB melanglang buana ke wilayah sekitarnya. Pihak pengelola meng-gratiskan biaya rental untuk penggunaan kegiatan desa atas nama kepentingan umum seperti peringatan Maulid desa. Sedangkan untuk perhelatan warga desa Suak Bilie dikenakan biaya rental sebesar Rp.300 ribu. Untuk diluar desa Suak Bilie, rental akan dikenakan biaya sebesar tujuh ratus ribu rupiah per hari.
Umumnya, baik di Aceh maupun Nagan Raya secara khusus, musim panen usaha rental ini ada dua periode. Pertama, periode maulid selama 3 bulan setiap tahun dan kedua, periode sebelum dan sesudah lebaran Idul Adha selama 3 bulan juga. Artinya, ada 6 bulan penuh peluang usaha ini meraih konsumen secara maksimal. Usaha yang masih tergolong jarang namun cukup menjanjikan prospeknya, tentunya tidak membutuhkan waktu lama untuk mengembalian modal dari usaha tersebut.
Suak Bilie merupakan salah satu desa area operasional BEL. Jalan angkut batubara dari tambang ke PLTU Energi Alamraya Semesta melintasi pinggiran areal desa yang tidak dihuni penduduk. Desa yang memiliki populasi 1.030 jiwa ini umumnya berprofesi sebagai petani.
Ada yang tertarik mengikuti jejaknya unit usaha PPM CSR PT. BEL ini?