21 Nov
Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga/genus Aquilaria, terutama A malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu, sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.
Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya.
Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.
Oleh karena nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, gaharu yang sebenarnya merupakan pohon Aquilaria semakin banyak dibudidayakan dan dijadikan tumbuhan untuk penghijauan. Proses pembibitannya pohon yang menghasilkan gaharu ini ternyata tidak mudah.
Praktisi lingkungan Mifa Bersudara, M Marliansyah mengatakan bahwa penyemaian bibit gaharu tidaklah mudah. Proses penyemaian atau pembibitan sangat berpengaruh atas sukses tidaknya budidaya gaharu.
“Cocopeat menjadi salah satu andalan bagi Tim Enviro Mifa untuk penyemaian bibit ini. Bibit yang berhasil tumbuh direncanakan akan ditanam di area reklamasi. Penanaman bibit gaharu dengan menggunakan Cocopeat dapat membantu bibit yang berpotensi terserang hama dan penyakit menjadi lebih kecil. Sehingga persentase bibit yang tumbuh dengan baik menjadi lebih besar,” jelas Marlin.
Cocopeat adalah media tanam yang dibuat dari sabut kelapa. Sabut kelapa ini sangat mudah ditemukan di daerah Indonesia, khususnya Aceh. Banyak sekali manfaat yang didapatkan dari penggunaan sabut kelapa (Cocopeat) ini. Salah satu manfaatnya adalah sebagai pengganti tanah untuk media tanam. Jadi, menanam tanaman dapat dengan menggunakan Cocopeat ini saja atau dapat juga dicampur dengan tanah.
Cocopeat dijadikan media tanam sebab dapat menyimpan air yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, Cocopeat juga memunyai pori-pori untuk melakukan pertukaran udara. Cocopeat juga dapat mejaga tanah menjadi tetap subur dan gembur. Oleh sebab itu, Cocopeat menjadi salah satu alternatif yang digunakan untuk penyemaian bibit–bibit tanaman di Mifa.
Cara membuat Cocopeat sangatlah mudah. Hal yang pertama dilakukan adalah mengumpulkan sabut kelapa terlebih dahulu. Sabut kelapa yang sudah dilepas dari kulitnya itu dihaluskan dan diambil serbuknya. Serbuknya itulah yang dijadikan media tanam dan dapat langsung ditempatkan ke dalam wadah. Bibit tanaman juga dapat langsung disemaikan setelah Cocopeat ditempatkan ke dalam wadah.
“Waktu yang dibutuhkan bagi bibit gaharu mulai berkecambah adalah 10–15 hari. Bibit siap dipindahkan ke pollybag apabila sudah menghasilkan 2–3 helai daun dan tinggi mencapai 8-10 cm. Diperkirakan kondisi demikian sudah berumur 35–40 hari sehingga jika dipindahkan ke pollybag bibit tidak mudah rusak. Bibit yang siap ditanam dan siap beradaptasi dengan lingkungan adalah memiliki tinggi sekitar 1 meter dan memiliki perakaran bagus (belum tembus pollybag) sehingga kerusakan akar bisa diminimalisir,” jelas Marlin menambahkan.
Diharapkan, gaharu nantinya selain dapat mengembalikan kondisi lingkungan pasca tambang juga bisa diandalkan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi, budidaya gaharu akan sangat bermanfaat ke depannya.